Kurikulum
1968
Kurikulum 1968 lahir
dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964
yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan
pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat
correlated subject curriculum,
artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum
sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga
kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus
Dilihat dari kurikulum
1968, kita dapat melihat sistem belajar dan pembelajaran bersifat teoritis dan
tidak mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi
pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh
penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.
Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya
dulu”.
Kurikulum
1975
Dibandingkan kurikulum
sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang
dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pendekatan kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang
mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective). Metode,
materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Kurikulum 1975 didasari
konsep SAS (Structural, analysis,
sintesis). Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu
era 1970-an. Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis IPA juga
dipertajam.
Dilihat dari kurikulum
1975, kita dapat melihat bahwa sistem belajar dan pembelajaran banyak
menghubungkan masalah di lungkungan sekitar anak. Itu menjadikan anak menjadi
pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata
pelajaran di sekolah. Disini metode pembelajaran adalah pengembangan dari
kurikulum sebelumnya.
Kurikulum
1984 (Cara Belajar Siswa Aktif)
Kurikulum 1984
mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa
pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan
efisien bekerja. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek
belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang
disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Dilihat dari kurikulum
1984, kita dapat menyimpulkan bahwa sistem belajar dan pembelajaran lebih
menitik beratkan kepada siswa sebagai subyek belajar. Guru berperan penting
dalam proses belajar mengajar. Metode pembelajaran bisa berupa belajar kelompok
guna mendukung proses pembelajaran.
Kurikulum
1994
Lahirnya UU No 2
tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum
1994. Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan
tahun (SD dan SMP). Berdasarkan struktur kurikulum, kurikulum 1994
berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan
pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan
proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang
berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya.
Dilihat
dari penjelasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa sistem belajar dan
pembelajaran masih sama seperti kurikulum 1975 dan kurikulum 1984. Dimana siswa
sebagai subyek belajar. Siswa belajar aktif dalam belajar. Metode pembelajaran,
yaitu keterampilan proses dan juga
masih berupa belajar kelompok guna mendukung proses pembelajaran. Silabus
ditentukan secara seragam. Sistem penilaian lebih menitik beratkan pada aspek
kognitif.
Kurikulum
2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
KBK tidak lagi
mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah
otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai
kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam
bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung
beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini
diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
materi-materi yang telah dipelajarinya.
Dengan melihat
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem belajar dan pembelajaran mengharapkan
siswa dapat mencapai kompetensi yang ditentukan. Disini yang dikedepankan
adalah hasil dan kompetenasi. Silabus menjadi kewenangan guru. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah PAKEM dan CTL. Sistem penilaian memadukan keseimbangan
kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas.
Kurikulum 2006 (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum
2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK. Dibandingkan
kurikulum 1994, kurikulum KTSP lebih sederhana, karena ada
pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam pelajaran yang dikurangi antara
100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan
dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa
dari pada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan
dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa
sekolah yang menjadi pilot project.
Prinsip pengembangan KTSP adalah:
- Berpusat
pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan
lingkungannya.
- Beragam
dan terpadu.
- Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Relevan
dengan kebutuhan kehidupan.
- Menyeluruh
dan berkesinambungan.
- Belajar
sepanjang hayat.
- Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Dilihat dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa sistem
belajar dan pembelajaran mengharapkan siswa mencapai kompetensi yang ditentukan
sama seperti kurikulum 2004. Siswa diharapkan dapat mengembangkan
kompetensinya. Siswa dituntut mampu menguasai dan tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Silabus menjadi
kewenangan guru. Metode pembelajaran yang digunakan adalah PAKEM dan CTL Sistem
penilaian memadukan keseimbangan
kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas
ini semua seperti kurikulum 2004 tapi dengan penyempurnaan.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah
kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk
segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum
berbasis materi.
Pemikiran pengembangan
Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara
luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan
Generasi 2045.
Sejalan dengan UU,
kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk
sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti
meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan
meningkatnya kelas. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk
dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan.
Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan
kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas
tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
Di sini peran bahasa
menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua
sumber kompetensi kepada peserta didik. Dengan cara ini pula, maka pembelajaran
Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada
model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa
Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik. Melalui
pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih
menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis
Dengan penjelasan
diatas diketahui bahwa sistem belajar dan pembelajaran yang diterapkan adalah
berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Siswa diharapkan menjadi beriman-bertakwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Metode pembelajaran diharapkan lebih
banyak menggunakan media pembelajaran yang menarik dan atraktif untuk siswa.
Dari penjelasan
kurikulum-kurikulum yang pernah ada sejak tahun 70-an sampai sekarang dapat
dibandingkan bahwa sistem belajar dan pembelajaran mengalami perubahan. Dari
yang bersifat teroritis (kurikulum 1968), banyak menghubungkan masalah di
lungkungan sekitar anak (kurikulum 1975), siswa sebagai subyek belajar
(kurikulum 1984), menitik beratkan pada aspek kognitif (kurikulum 1994), sistem
penilaian memadukan keseimbangan kognitif,
psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas (kurikulum
2004), siswa diharapkan mencapai kompetensi (kurikulum 2006), dan siswa
diharapkan menjadi beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (kurikulum 2013).
0 komentar:
Posting Komentar